Thursday, September 27, 2012

Hipopituitarisme



Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya masalah dan manifestasi klinis yang berkaitan dengandefisiensi hormon-hormon yang dihasilkannya.

Hipopituitarisme adalah insupisiensi hipofisis akibat kerusakan mudos anterior kelenjar hipofise. Panhipopituitarisme (penyakit simmod) adalah tidak terdapatnya sekresi semua hipofisis secara total dan merupakan kondisi yang jarang terjadi. Nekrosis hipofisis post partum (sindrom Sheehan) adalah penyebab tidak umum dari gagal hipofisis anterior. Kondisi lebih sering terjadi pada wanita dengan kelainan darah hebat, hipovolemia, dan hipotennsi saat melahirkan. Hipopituitarisme merupakan komplikasi radiasi pada kepala dan leher. Kerusakan kelenjar hipofise total oleh trauma, tomur atau lesi vaskuler menghilangkan semua stimuli yang normmalnya diterima oleh tiroid, kelenjar gonad, dan kelenjar adrenal.



Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar sendiri  ataupada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar. Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary gland. (DianeC. Baughman. Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin). Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long).Hipopituitarisme adalah disebabkanoleh macam-macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis post partum(penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain-lain (KapitaSelekta Edisi:2)

Kelenjar Hipofisis atau nama lainnya adalah kelenjar pituitary merupakan kelenjar yang sebesar kelereng namun mempunyai makna fisiologis yang sangat penting bagi kelangsungan dan homeostasis tubuhmanusia. Selain itu hipofisis, terutama bagian anterior, memiliki kemampuan dalam mengatur kelenjar-kelenjar endokrin lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kelenjar ini diberi nama Master of Gland.
Pituitary adalah kelenjar majemuk sekresi internal yang terletak di dalam sel tursika, yakni suatu lekukan di dalam tulang sfenoid hipopituitarisme dapat desebabkan oleh macam-macam kelainan kelamin antara lain nekrosis, hipofisis postpartura (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis, trauma tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain-lain.

 Kelenjar hipofisis merupakan struktur kompleks pada dasar otak, terletak dalam sela tursika,di ronggadinding tulang sphenoid. Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus, dan lobus anterior atau adenohipofisis yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofisis. Pada manusia lobus Intermedia terdapatmenyatu dengan lobus anterior.

Suatu struktur vaskular, yaitu sistem portal hipotalamus-hipofisis, juga menghubungkan hipotalamusdengan bagian anterior kelenjar hipofisis. Melalui sistem vaskular ini hormon pelepasan dari hipotalamus dapat mencapai kelenjar hipofisis untuk mempermudah pelepasan hormon.
Kelenjar hipofisis terbentuk sejak awal perkembangan embrional dari penyatuan dua tonjolan ektodermal yang berongga. Kantung rathke, suatu invaginasi dari atap daerah mulut primitif yang meluas ke atas menuju dasar otak dan bersatu dengan tonjolan dasar ventrikel ketiga yang akan menjadi neurohipofisis.
Fungsi-Fungsi hormon Hipofisis
•    GH
           Gowth hormon atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolik utama, baik pada anak-anakmaupun pada orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan somatik. Padaorang dewasa berfungsi untuk mempertahankan ukuran orang dewasa normal dan juga berperan dalampengaturan sintesis protein dan pembuangan zat makanan. GH disintesis di sel somatrotop padakelenjar hipofisis anterior. Kerja GH yang paling dramatis adalah pada pertumbuhan otot dan tulangskelet. Kerjanya dapat dibagi menjadi kerja direk dan indirek.
•    Kerja indirek hormon pertumbuhan
          GH bekerja pada untuk menstimulasi sintesis dan sekresi IGF-1 peptida yang menstimulasipertumbuhan. Pada sel lemak, IGF-1 menstimulasi lipolisis dan pada otot hormon ini menstimulasisintesis protein. Reseptor GH fungsional juga terdapat di tulang, menstimulasi produksi lokal IGF-1 padakondrosit proliferatif.

•    Kerja direk hormon pertumbuhan
         GH bersifat diabetogenik karena kerja hormon ini berlawanan dengan insulin dan bersifat lipolitik di sellemak dan glukoneogenik di sel otot.
Kadar GH normal :  -setelah diberi glukosa      < 2 mU/L
                               -stress                                > 20 mU/L
•    MSH
         MSH atau melanocortin stimulating hormone merupakan suatu unsur pokok dari propiomelanokortin.Hormon ini mengingkatkan pigmentasi kulit dan merangsang dispersi granula-granula melanin dalam melanositm.Sekresi MSH diatur oleh CRH (corticotrophin releasing hormone) dari hipotalamus dan dihambat oleh pengeluaran kortisol.
•    Prolaktin
          Merupakan salah satu kelompok hormon yang dibutuhkan untuk perkembangan payudara dan sekresi susu. Pelepasan prolaktin berada dibawah pengaruh penghambatan tonik oleh hipotalamus melaluidopamin, yang disekresi oleh sistem neuron dopaminergik tuberohipofiseal. Jika faktor-faktorpenghambat ini tidak ada maka sekresi prolaktin akan meningkat dan dapat terjadi laktasi. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang sekresi prolaktin. Kadar prolaktin normal: 50-400 mU/L
•    ACTH
       Adrenocorticotropin hormone (ADH) merangsang pertumbuhan dan fungsi korteks adrenal, merupakansuatu faktor yang sangat penting pada pengaturan produksi kortisol. CRH (corticotrophin releasinghormone) dan arginine-vasopresin (AVP) bekerja secara sinergis untuk merangsang sekresi ACTH. Kadar ACTH normal : - jam 09:00 = 10-80 ng/L.
•    TSH
       Merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar thyroid. TSH menyebabkan pelepasan tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3),
Kadar TSH normal      : 0,3-4,0 mU/L
T4 bebas                      : 9-26 pmol/L
T3 bebas                      : 3,0-8,8 pmol/L

Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis. Definisi hormon
hipofisis depan dapat terjadi dari 3 jalur :
1.    Kelainan di dalam kelenjar yang dapat merusak sel-sel sekretorik.
2.    Kelainan di dalam atau yang berdekatan dengan tangkai hipofise dimana dapat menyebabkan penghentian penyebaran faktor-faktor yang berasal dari hipotalamus.
3.    Kelainan di dalam hipotalamus sendiri dimana dapat merusak pelepasan bahan pengatur pada hipofise depan.

Enam hormon yang sangat penting ditambah beberapa yang kurang disekresi oleh hipofise anterior dan dua hormon yang penting disekresi oleh hipofise posterior. Hormon – hormon hipofisis anterior memegang peranan utama mengatur fungsi metaboliosme di seluruh tubuh, Growth Hormon meningaktkan pertumbuhan binatang dengan mempengaruhi banyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh, khususnya pembentukan n. Adrenokortikotropin mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak.
Hormon perangsang tiroid mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh  kelenjar tiroid, mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi-reaksi kimia seluruh tubuh.Prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu dan dua hormon gonadotropin.
Hormon perangsang folikel dan Hormon luteinisasi mengatur pertumbuhan gonad serta aktivitas reproduksinya. Dua hormon yang disekresi oleh hipofise posterior memegang peranan lain:
1.    Hormon antideuretik mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urina dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
2.    Oksitosin Mengkonsentrasikan alveolus payudara, sehingga mambantu mengalirkan susu dari kelenjar mammae ke puting susu salama penghisapan dan mengkonsentrasikan uterus jadi membantu melahirkan bayi kehamilan.

2.2  KLASIFIKASI
(1) HIPOFISIS ANTERIOR (Adenohipofisis)
Merupakan kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus kapiler yang luas diantara sel – sel kelenjar, 0,6 gr dan diameternya sekitar 1 cm sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormon yang dinamakan ”releasing dan inhibitory hormones (atau factor) hipotalamus” yang disekresi dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan kehipofisis anterior melalui pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh partal hipotalamik hipofisial. Kelenjar hipofisis anterior terdiri atas beberapa jenis sel. Pada umumnya terdapat satu jenis sel untuk setiap jenis hormon yang dibentuk pada kelenjar ini, dengan teknik pewarnaan khusus berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu
sama lain. Satu-satunya kemungkinan pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama mungkin menyekresi hormon iuteinisasi dan hormon perangsang folikel. Berdasarkan ciri – ciri pewarnaannya, sel-sel hipofise anterior dibedakan ke dalam 3 kelompok klasik: Kromofobik (tanpa granul), Eosinofilik, dan Basofilik. Sel-sel eosinfilik dianggap bertanggung jawab untuk sekresi ACTH, TSH, LH serta FSH.
a.    ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang biosintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal.
b.    Hormon perangsang tiroid / TSH (Thyroid-Stimulating Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida dan sintesis serta pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
c.    Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte-Stimulating Hormon) merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormon esterogen dan ovarium serta spermatogenesis pada testis.
d.    Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan luteinasi folikel yang sudah masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon ini, yang dahulunya disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=Interfisial Cell Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan testosteron oleh sel – sel leydig di testis.
e.    Prolaktrin (PRL) merangsang sekresi air susu oleh payudara ibu setelah melahirkan.
f.    Pengendalian sekresi hipofisis anterior.
Sistem rangkap (dual system) yang mengendalikan sekresi hormon hipofise anterior melalui 2 mekanisme kontrol antara lain :
a.    Umpan
     Balik negatif, dimana hormon dari kelenjar sasaran yang bekerja pada tingakat hipofise/hipotalamus menghambat sekresi hormon trofiknya.
b.    Pengendalian
     Oleh hormon – hormon hipotalamus yang berasal dari sel-sel neuronai di dalam atau di dekat eminensia medialis dan disekresikan ke sirkulasi partai hipofise.


(2) HIPOFISIS POSTERIOR (Neurohipofisis)
Kelenjar hipofisis posterior terutama terdiri atas sel-sel glia yang disebut pituisit. Namun, pituisit ini tidak mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung serat saraf dan bagian terminal akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel hipotalamus. Jaras saraf ini berjalan menuju ke neurohipofisis melalui tangkai hipofisis, bagian akhir saraf ini merupakan knop bulat yang mengandung banyak granula-granula sekretonik, yang terletak pada permukaan kapiler tempat granula-granula tersebut mensekresikan hormon hipofisis posterior berikut: Hormon antidiuretik (ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin yaitu senyawa oktapeptida yang merupakan produk utama hipofise posterior. Memainkan peranan fisiologik yang penting dalam pengaturan metabolisme air.
 Hormon antidiuretik (ADH) dalam jumlah sedikit sekali, sekecil 2 nanogram, bila disuntukkan ke orang dapat menyebabkan anti diuresis yaitu penurunan ekskresi air oleh ginjal. Stimulus yang lazim menimbulkan ekskresi ADH adalah peningkatan osmolaritas plasma. Dalam keadaan normal osmolaritas plasma dipertahankan secara ketat sebesar 280 mOsm/kg plasma. Kalau terjadi kehilangan air ekstraselular, osmolaritas plasma akan meningkat shingga mengaktifkan osmoreseptor, kemudian sinyal untuk pelepasan ADH, peningkatan osmolaritas plasma juga merangsang pusat rasa haus yang secara anatomis berdekatan / berhubungan dengan nukleus supraoptikus. Kerja ADH untuk mempertahankan jumlah air tubuh terutama terjadi pada sel – sel ductus colligens ginjal. ADH mengerahkan kemampuannya yang baik untuk mengubah permeabilitas membran sel epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari tubulus ke dalam cairan hipertonik diruang pertibuler/interstisial. Aktifitas ADH dan rasa haus yang saling terintigritas itu sangat efektif untuk mempertahankan osmolaritas cairan tubuh dalam batas – batas yang sangat sempit.
(3) HIPOFISIS PARS INTERMEDUS
Berasal dari bagian dorsal kantong Rathke yang menjadi satu dengan hipofisis posterior. Pars intermedus mengeluarkan hormon MSH (melanocyte stimulating hormon) melanotropin =intermedian. MSH terdiri dari sub unit alfa dan sub untui beta, beta MHS lebih menentukan khasiat hormon tersebut. Pada manusia, pars intermedus sangat rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak ada bukti bahwa MSH dihasilkan oleh bagian ini. Beta MSH memiliki struktur kimia yang mirip dengan ACTH (adrenocortico tropic hormon), sehingga ACTH memiliki khasiat seperti MSH.

2.3 ETIOLOGI
     Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya menyangkut:
1.    Infeksi atau peradangan oleh : jamur,bakteri piogenik.
2.    Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3.    Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semau hormon lain.
4.     Umpan balik dari organ sasaran yang mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
5.    Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atausemua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah perdarahan maternal.

2.4  MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia : amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus, osteoporosis.
5. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.

2.5 PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
a.  Inspeksi :Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis)
b.  Palpasi: Palpasi kulit, pada wanitabiasanya menjadi kering dan kasar.Tergantung pada penyebab hipopituitarisme, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
2. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti:
    a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
 b.  Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH GH, prolaktin, alsdosteron, testosteron,     kartisol, androgen, test stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormon.

2.6  PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika
a. Foto polos kepala
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c. Pneumoensefalografi
d. CTScan
e. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.

2.7  KOMPLIKASI
1. Kardiovaskuler.
a. Hipertensi.
b. Tromboflebitis.
c. Tromboembolisme.
d. Percepatan uterosklerosis.
2. Imunologi.
    Peningkatan resiko infeksi danpenyamaran tanda – tanda infeksi.
3. Perubahan mata.
a. Glaukoma.
b. Lesi kornea.
4. Muskuloskeletal.
a. Pelisutan otot.
b. Kesembuhan luka yang jelek.
c. Osteoporis dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptik kaput femoris.
5. Metabolik.
    Perubahan pada metabolisme glukosa sindrome penghentian steroid.
6. Perubahan penampakan.
a. Muka seperti bulan (moon face).
b. Pertambahan berat badan.
c. Jerawat.

2.8  DIAGNOSA BANDING
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal rimer.
3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4. Diabetes insipiduspsikogenik atau nefrogenik.
 5. Syndrom parkinson

2.9  PENATALAKSANAAN MEDIS
   1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
   2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl glukosa, steroid dan vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’ bila terdapat dwarfisme.
  3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
       4. Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
  5. Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
       6. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.

2.10 TINJAUAN KEPERAWATAN
1.  PENGKAJIAN
         Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
1. Riwayat penyakit masa lalu
     Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
2. Sejak kapan keluhan diarasakan
     Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.Tubuh kecil dan kerdil sejak lahirterdapat pada klien kretinisme.
4. Kaji TTV dasar untukperbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
5. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien. Bandingkan perumbuhan anak dengan standar.
6. Keluhan utama klien:
    a. Pertumbuhan lambat.
    b. Ukuran otot dan tulang kecil.
  c. Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
   d. Interfilitas.
   e. Impotensi.
   f. Libido menurun.
   g. Nyeri senggama pada wanita.
7. Pemeriksaan fisik
a. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
b.  Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung pada penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
8. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
9. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
     Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan hipopituitarisme adalah:
1. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
2. Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
4. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
7. Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.

3. INTERVENSI
     Secara umum tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah :
1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi.
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
      Kriteria Hasil :
1.  Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
2.  Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
     Intervensi :
1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
R:  Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
R: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan mulai menerima kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
R: Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
R: Sebagai problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
R/ Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.

2. Dx : Koping Individu Tidak Efektif berhubungan dengan Kondisi Penyakit.
Tujuan :  Setelah dilakuan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat.
Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi :
1. Kaji status koping individu yang ada.
R/ Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu berbicara.
R/ Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3. Bantu individu untuk memecahkan masalah (problem solving).
R/ Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak mengucil/mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.
R/ Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
R/ Klien mengerti tentang penyakitnya.
3. Dx : Harga diri Rendah berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
R/ Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
R/ Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan /keinginan / perasaan.
R/ Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya harga diri rendah.
4. Rujuk kepelayanan pendukung.
R/ Memberikan tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.

4. Dx : Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan Transmisi, Impuls.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur-angsur membaik.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
3. Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan.
Intervensi :
1. Kurangi penglihatan yang berlebih.
R/ Mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
2. Orientasikan terhadap keseluruhan 3 bidang (orang, tempat, waktu).
R/ Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
3. Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa gangguan.
R/ Meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
4. Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
R/ Mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.

5. Dx : Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam
aktifitas perawatan diri.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan diri.
2. Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
R/ Menghambat faktor penyebab dapat meningkatkan perawatan diri.
2. Tingkatkan partisipasi optimal.
R/ Partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
3. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.
R/ Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4. Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
R/ Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.

6. Dx : Resiko Gangguan Integritas Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit
dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi faktor penyebab.
2. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3. Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4. Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan.
Intervensi :
1. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/ Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk rehidrasi.
2. Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
R/ Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3. Ubah posisi atau mobilisasi.
R/ Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4. Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
R/ Kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan malnutrisi.
5. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
R/ Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
•    Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan.
•    Mendorong klien untuk meningkatkan proses koping terhadap orang lain.
•    Mendorong klien untuk berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
•    Membantu klien dalam aktivitas perawatan diri melibatkan juga orang lain.
•    Membantu klien untuk dapat terlibat dalam aktivitas perawatan diri.

2. Dx : Koping Individu Tak Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
•    Mengkaji status koping individu yang ada.
•    Memberikan dukungan jika individu berbicara.
•    Melakukan tindakan komunikasi terapeutik dengan membina hubungan saling percaya kepada klien.
•    Membantu individu dalam memecahkan masalah (problem solving).
•    Mengajarkan teknik relaksasi.

3. Dx : Harga diri Rendah berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
•    Membina hubungan saling percaya antar perawat dengan klien.
•    Meningkatkan interaksi sosial.
•    Meningkatkan harga diri dengan cara mendukung segala tindakan, harapan atau keinginan pasien.

4. Dx : Gangguan Persepsi Sensori (Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan Transmisi, Impuls.
•    Mengurangi penglihatan yang berlebihan.
•    Mengorientasikan klien terhadap orang, tempat dan waktu.
•    Menyediakan waktu istirahat atau tidur bagi pasien tanpa gangguan.
•    Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera..

5. Dx : Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
•    Mengkaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
•    Meningkatkan keterlibatan klien secara total dalam kegiatan perawatan diri.
•    Mengevaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan diri.
•    Memberi dorongan untuk mengungkapkan perasaan tentang kurang perawatan diri.

6. Dx : Resiko kerusakan Integritas Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
•    Mempertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
•    Memberikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilitas.
•    Mengubah posisi atau mobilisasi.
•    Mengamati adanya britema dan kepucatan dan melakukan palpasi untuk mengetahui adanya kehangatan.
•    Meningkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
•    Mempertahankan posisi tempat tidur sedatar mungkin.
5. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Dx :  Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh.
S : Keluarga mengatakan bahwa klien mulai melakukan kegiatan penerimaan diri, misalnya perawatan diri.
O :Aktivitas peningkatan diri misalnya: penampilan, kerapian, pola makan, dan lain – lain. Kemampuan dalam penampilan perawatan diri / tanggung jawab peran membaik, misalnya: penampilan dalam aktifitas keterlibatan sosial

2. Dx :  Koping Individu Tak Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
S : Klien mengungkapkan keinginan untuk berpartisipasi dalam proses sosialisasi, interaksi sosial.
O : Kondisi emosional terkontrol, pasien tidak mudah marah, tingkat stress menurun, klien mulai ikut serta dalam tindakan pengobatan, klien mulai berkomunikasi kepada perawat serta tenaga kesehatan lain.

3. Dx : Harga diri Rendah berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
S : Klien mengatakan mulai menerima kenyataan dan tidak mengatakan hal yang muluk-muluk atau hal yang negatif tentang dirinya.
O : Expresi malu rasa bersalah berkurang.
 Tanda-tanda depresi menurun. Mulai mencoba untuk mencoba sesuatu / situasi baru. Berkurangnya perilaku penyalahgunaan diri (misalnya : pengrusakan, usaha bunuh diri dan lain-lain).

4. Dx :  Gangguan Persepsi Sensori (Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan Transmisi, Impuls.
S : Klien mengatakan adanya halusinasi penglihatan.
O : Orientasi terhadap orang, tempat dan waktu membaik.
Stimulasi terhadap lingkungan membaik.
Resiko cidera mata yang mengganggu penglihatan, misalnya: ikterus, konjungtes stimulasi indera penglihatan membaik /mengalami peningkatan

5. Dx :  Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
S : Keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai melakukan aktifitas perawatan diri atau personal hygene.
O : Perubahan gaya hidup, misalnya : pola makan, istirahat teratur.
 Perubahan penampilanbepakaian, kerapian. Perubahan peningkatan aktivitas personal hygene, misalnya: menggosok gigi dll

6. Dx :  Resiko Gangguan Integritas Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
O : Mukosa kulit lembab.
 Tonus otot meningkat.
 Luka tekan atau ulkus berkurang, berangsur mengalami penyembuhan..

DAFTAR PUSTAKA
1.    Bagnara,Turnor.1998. Endokrinologi Umum.Yogyakarta: Airlangga University.
2.    Corwin,Elizabet.J.1997.Buku Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
3.    C. Long, Barbara.1996.Perawatan Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
4.    Doengoes, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
5.    Ganang.W.F.1995.Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :EGC.
6.    Guyton.1987.Buku Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta: EGC.
7.    Guyton dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
8.    Hayes,Evelyn.R dan Joyce.L.Kee.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
9.    Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
10.    Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
11.    Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
12.    Price, Silvia A., & Lorraine M Wilson. 2006.Patofisiologi.Jakarta : EGC
13.    Greenstein, Ben, & Diana Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
14.    Silbernagl, Stefan, & Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi . Jakarta: EGC

Baca Juga

No comments: